Hy guys, ini
cerita ini gw ambil dari novel favorit gw. Gw suka banget di season yg ini karna gw
fikir ini lumayan Romantic dan pas banget buat di share.
Check it out!! :D
Eiffel..
I'm in love
“Punya krayon warna
daun ngga?”, tanya Tita pada Adit yang sedang asik mewarnai gambar di depan TV.
“Cari aja ndiri!”,
jawab Adit dengan ketus tanpa berhenti mewarnai gambarnya.
“Tapi kan tadi adit
make.”, jawab Tita yang masih 5 tahun dengan lugunya. Adit yang 3 tahun lebih
tua darinya hanya diam saja. Ia sama sekali tidak menanggapi Tita yang sedang
kebingungan mencari krayon warna hijau itu. “Kok warna Eiffelnya gitu sih?
Warna pink aja. Kayak boneka Tita di kamar.”, Kata Tita sambil menunjuk ke arah
Eiffel yang sedang mereka warnai.
“Eiffel memang
warna abu-abu!”, jawab Adit dengan galaknya.
“Ni dia
krayonnya.”, kata Tita yang telah menemukan krayon warna hijau yang
dicari-carinya di kotak krayonnya. Ia pun mulai mewarnai gambar pepohonan di
sekitar Eiffel.
“Aku punya temen di
sekolah. Namanya Riri. Katanya, kalo udah gede, dia mao jadi pelukis soalnya
Riri suka gambar.”, Cerita Tita sambil asik menggambar.
“Warna biru dong!”,
pinta Adit.
“Biru?”, kata Tita
sambil mencari krayon warna biru di antara krayon-krayon yang bertebaran di
lantai. “Nih!”. Tita menyodorkan krayon biru yang ia temukan di dekat kakinya.
Adit kemudian
menerimanya dan mulai mewarnai gambar langit.
“Adit punya
cita-cita ngga?”, tanya Tita.
“Ngga!”, jawab
Adit.
“Kemaren di kelas, bu Indah bilang kalo semua orang
punya cita-cita.”
“Ngewarnainnya
jangan keluar garis dong!”, komentar Adit.
“Maaf. Nggak
sengaja.”, kata Tita yang merasa bersalah.
“Terus, kata bu
Indah, kita harus bisa bikin cita-cita kita jadi beneran.”
“Kamu punya
cita-cita?”, tanya Adit yang sok cuek dan tetap mewarnai gambarnya tanpa
melihat Tita sedikit pun.
“Aku punya banyak
cita-cita. Aku mao jadi pramugari sama mau jadi putri kerajaan.”, jawab Tita
dengan semangat.
“Ngga mungkin.”, komentar Adit tanpa ekspresi.
“Ngga mungkin.”, komentar Adit tanpa ekspresi.
“Kata bu Indah,
ngga ada yang ngga mungkin. Tapi cita-cita yang paling aku mau itu, aku mau
nikah kayak Bunda sama Papa. Aku mao punya suami yang baik kayak Papa terus aku
mau dilamar kayak di TV. Nanti kita punya 10 anak terus aku dipanggil
‘Bunda’.”, jelas Tita.
“Siapa yang mau
jadi suaminya?”, tanya Adit sambil mencari krayon warna kuning.
“Ngga tau. Tapi aku
mao punya suami yang baik yang bilang cinta ke aku tiap hari terus kita hidup
bahagia selamanya kayak Cinderella.”
“Itu yang kamu
mau?”, tanya Adit.
“Ya. Kalo Adit
cita-citanya apa?”, tanya Tita.
“Ngga tau!”, jawab
Adit dengan ketus.
“Masa ngga tau?
Kata bu Indah, kalo kita ngga punya cita-cita, kita harus bikin. Yang paling
Adit mau sekarang apa?”
“Aku...mao...bikin
cita-cita kamu jadi beneran.”, jawab Adit.
“Ya? Asik!”, kata
Tita dengan girang. “Cita-cita aku yang mana?”, tanyanya.
“Yang terakhir kamu
ceritain.”, jawab adit yang menutupi rasa malunya.
“Janji ya!”, kata
Tita sambil mengangkat kelingkingnya.
“Janji.”, kata Adit
sambil melingkarkan kelingkingnya ke kelingking Tita sebagai bukti janji.